Pasti
banyak yang setuju jika dikatakan koperasi merupakan sebuah badan usaha yang
istimewa. Kita bisa melihatnya dari
struktur organisasi, bentuk usaha, dan pengolahannya pun berbeda dengan bentuk
usaha yang lain. Selain itu koperasi
juga merupakan badan usaha yang bersifat komunitas, juga badan yang dapat
meningkatkan sikap bermusyawarah dan demokratis. Hal ini banyak tertanam dari
menentukan segala sesuatunya melalui Rapat Anggota atau musyawarah para
pengurus, bukan dari keputusan pimpinan semata seperti pada badan usaha lain.
Bila
melihat ke luar koperasi, kegiatan dan praktik-praktik tersebut akan mendidik
pihak luar tentang membangun sistem ekonomi nasional dan kehidupan bangsa yang
sejahtera. Membawa sistem tersebut berarti telah mengajarkan bagaimana
memecahkan masalah secara musyawarah, selain mengembangkan jiwa kewirausahaan
anggota dan nilai-nilai pasar.
Menurut
H. Ahmad Sumiyanto dalam bukunya BMT Menuju Koperasi Modern, meskipun berjasa
sedemikian besar bagi perkembangan bangsa, peran koperasi sering dipandang
sebelah mata. Ambil contoh, praktik yang terjadi selama ini dalam proses
privatisasi BUMN, hasilnya bisa dipastikan, kepemilikan barunya akan jatuh ke
tangan pengusaha asing atau setidaknya swasta nasional. Pertanyaannya, mengapa
komunitas bersistem dengan basis koperasi tidak diberi kesempatan untuk
memegangnya? Jangan meragukan koperasi dalam mengolah BUMN, saat pemerintah
menerbitkan ORI (Obligasi Retail Indonesia), ternyata obligasi-obligasi yang
tersedia mudah diserap badan usaha keperasi. Jadi, jika anggota koperasi
membeli saham perusahaan Negara yang telah diprivatisasi, maka BUMN tidak lagi
milik perusahaan asing, tetapi kembali menjadi milik bangsa kita sendiri.
“Bangsa
Indonesia akan menjadi bangsa terbelakang yang permanen, dan baru akan berubah
apabila terjadi sebuah keajaiban. Kita semua pada dasarnya merupakan bangsa
yang pecundang, dan kita tanpa kecuali
adalah bagian dari kaum pecundang yang kalah dalam persaingan global.” (Adi
Sasono, pakar ekonomi koperasi dalam sebuah seminar).
Pernyataan
di atas ada benarnya, bayangkan saja tergusurnya pasar tradisional ke pasar
modern adalah sebuah fenomena dimana sebuah persaingan memang menunjukkan
ketidakseimbangan. Modal besar yang masuk yang berasal dari asing telah
menggerusi ekonomi rakyat dan ekonomi nasional. Dengan masuknya pritel besar
dari Prancis seperti Carrefour, pasar-pasar tradisional tergusur.
Koperasi
adalah soko guru perekonomian Indonesia. Kalimat tersebut dibuat bukan karna
iseng atau main-main asal keluar, tetapi itu adalah realita dimana koperasi
merupakan kekuatan besar yang tak pernah dianggap dan cenderung diabaikan.
Banyak bukti dimana koperasi memang selalu bisa
bertahan bagaimana pun caranya
agar dapat terhindar dari buruknya kapitalisme global yang cenderung
menghancurkan bentuk-bentuk usaha yang tak mampu secara finansial
menghadapinya.
Inilah
yang dibicarakan Adi Sasono di atas, bangsa kita memang bangsa pecundang.
Bagaimana tidak, dengan segala
eksistensi koperasi yang mampu bertahan sementara yang lain telah hancur
akibat kapitalisme global yang buruk, masih saja kita tak meyakini kekuatan
koperasi memang sangat dibutuhkan dalam perekonomian Indonesia. Kita tak pernah
sadar karna kita hanya mengakui bahwa kita adalah pecundang dan hanya bisa
menunggu keajaiban datang. Kasus BUMN di atas juga semakin membuktikan
bagaimana kita memperlakukan koperasi dengan tidak baik. Jika pemerintah
menggunakan koperasi sebagai pengelola BUMN maka pemindahan monopoli dari
tangan pemerintah ke tangan swasta dan asing dapat dicegah. Sebab, bagaimana
pun badan usaha koperasi turut membangun pasar terbuka, dimana koperasi
menyebarkan keuatan dan mendorong persaingan sehingga tidak lagi terjadi
monopoli oleh pengusaha asing. Akhirnya badan usaha koperasi dapat mendorong
harga menjadi lebih adil, dan Indonesia tak lagi disebut bangsa terbesar ketiga
di Asia setelah India dan Cina yang dipaksa bertekuk lutut di hadapan investor
asing dari Negara kecil, Singapura, yang mengatur hampir semua kebutuhan
telekomunikasi kita. Radikalnya dimana otak kita, ketika beberapa BUMN dipaksa
harus diprivatisasi oleh bangsa lain, dan kemudian mereka membeli
saham-sahamnya.
Itulah
eksistensi koperasi yang dipandang sederhana oleh pemerintah, kadang kita juga
perlu melihat peluang-peluang untuk maju melalui hal-hal yang sederhana. Hanya
saja kita telah lupa, kehidupan ini terus berputar dan tanpa kita sadari sistem
koperasi yang sederhana dan jauh berbeda dengan badan usaha yang lain justru
dapat membuktikan kepada Indonesia bahwa koperasi benar-benar bisa mandiri
seperti pada sifat koperasi yang selama ini kita kenal. Beralih dari itu semua,
ketika kita berfikir bahwa koperasi akan tetap dapat bereksistensi pada arus
kapitalisme global yang semakin deras dan curam, banyak sekali yang harus
diperhatikan koperasi dalam menghadapi persaingan global dalam dunia
internasional.
Pertama,
tampak bahwa cita-cita membentuk negara Republik Indonesia, adalah untuk
kemakmuran semua orang dengan bangun usaha yang diusahakan secara bersama;
“koperasi”. Karena itu, kemudian, dalam penjelasan Pasal 33 UUD 1945
disebutkan, “…Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan, bukan kemakmuran
orang-seorang. Sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar
atas asas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah
koperasi”. Jangan sampai dengan adanya persaingan global koperasi
melupakan dasar keberadaan koperasi yang telah sekian lama dibawa hingga saat
ini. Hal ini biasa diakibatkan adanya pengaruh bisnis internasional yang
semakin mengedepankan profit, sedangkan kemakmuran adalah hal yang terabaikan.
Kedua,
setelah menempuh alam kemerdekaan, terlebih pada era Orde Baru, paradigma yang
berkembang dan dijalankan Indonesia tidak lagi pancasila. Paradigma yang
dijalankan dengan “sungguh-sungguh” adalah apa yang disebut Mubyarto dengan
istilah “kapitalistik-liberal-perkoncoan” (selanjutnya disebut “KLP), atau
dalam istilah Sri-Edi Swasono (1998) disebut “rezim patronasi bisnis”, yang
sesungguhnya lebih jahat dari kapitalisme kuno yang dikritik oleh Marx dalam
bukunya “Das Kapital”. Sistem KLP tersebut menyebabkan tumbuh suburnya praktik
kolusi, korupsi, kroniisme dan nepotisme (KKKN) dalam perekonomian Indonesia.
Jika koperasi tak hati-hati dengan ini maka tak ada lagi yang bisa diharapkan
dari perekonomian Indonesia.
Ketiga, tidak banyak negara yang memiliki “Departemen Koperasi”
(Depkop). Indonesia adalah satu dari sedikit negara tersebut. Hal itu terjadi karena adanya kontradiksi
akut dalam pemahaman koperasi. Sehingga, bila kita mencoba terjun ke dalam
dunia bisnis internasional, penerapan prinsip koperasi masih dipandang asing
oleh dunia luar.
Keempat, dalam
menjalankan kegiatan usahanya koperasi sering mengalami kesulitan untuk
memperoleh bahan baku. Salah satu bahan baku pokok yang sulit diperoleh adalah
modal. Yang harus dilakukan pemerintah untuk mengatasi masalah permodalan ini
adalah dengan memberikan keleluasaan bagi koperasi dalam akses memperoleh
modal. Jangan dipersuli-sulit dengan bermacam regulasi. Biarkan koperasi tumbuh
dengan alami (bukan direkayasa), belajar menjadi efisien dan selanjutnya dapat
bertahan dalam kompetisi. Pada sisi input sumber daya manusia, koperasi
mengalami kesulitan untuk memperoleh kualitas manajer yang baik. Di sinilah
campur tangan pemerintah diperlukan untuk memberikan mutu modal manusia yang
baik bagi koperasi.
Dan yang terakhir adalah dalam
hal kualitas, output koperasi tidak distandardisasikan, sehingga secara relatif
output koperasi kalah dengan output industri besar. Hal ini sebenarnya sangat
berkaitan dengan permasalahan input (modal dan sumberdaya manusia).
Tak
jadi masalah jika koperasi dapat terus bertahan di tengah-tengah arus global
yang semakin cepat, justru itu menunjukkan bahwa Indonesia memiliki kekuatan
tersembunyi yang begitu besar di antara kekuatan-keuatan besar yang hanya
dipelihara Indonesia sementara manfaatnya tak bisa dirasakan rakyatnya. Saatnya
pemerintah menyadari, yang bisa dijalankan ke arah yang lebih tinggi untuk
menciptakan masa depan yang lebih baik dalam perekonomian Indonesia adalah
usaha-usaha mikro, kecil, menengah khususnya koperasi.
0 komentar:
Posting Komentar