Koperasi dan Kekuatannya Menghadapi Arus Kapitalisme Global

Rabu, 18 Juni 2014


Pasti banyak yang setuju jika dikatakan koperasi merupakan sebuah badan usaha yang istimewa. Kita  bisa melihatnya dari struktur organisasi, bentuk usaha, dan pengolahannya pun berbeda dengan bentuk usaha yang lain.  Selain itu koperasi juga merupakan badan usaha yang bersifat komunitas, juga badan yang dapat meningkatkan sikap bermusyawarah dan demokratis. Hal ini banyak tertanam dari menentukan segala sesuatunya melalui Rapat Anggota atau musyawarah para pengurus, bukan dari keputusan pimpinan semata seperti pada badan usaha lain.
Bila melihat ke luar koperasi, kegiatan dan praktik-praktik tersebut akan mendidik pihak luar tentang membangun sistem ekonomi nasional dan kehidupan bangsa yang sejahtera. Membawa sistem tersebut berarti telah mengajarkan bagaimana memecahkan masalah secara musyawarah, selain mengembangkan jiwa kewirausahaan anggota dan nilai-nilai pasar.
Menurut H. Ahmad Sumiyanto dalam bukunya BMT Menuju Koperasi Modern, meskipun berjasa sedemikian besar bagi perkembangan bangsa, peran koperasi sering dipandang sebelah mata. Ambil contoh, praktik yang terjadi selama ini dalam proses privatisasi BUMN, hasilnya bisa dipastikan, kepemilikan barunya akan jatuh ke tangan pengusaha asing atau setidaknya swasta nasional. Pertanyaannya, mengapa komunitas bersistem dengan basis koperasi tidak diberi kesempatan untuk memegangnya? Jangan meragukan koperasi dalam mengolah BUMN, saat pemerintah menerbitkan ORI (Obligasi Retail Indonesia), ternyata obligasi-obligasi yang tersedia mudah diserap badan usaha keperasi. Jadi, jika anggota koperasi membeli saham perusahaan Negara yang telah diprivatisasi, maka BUMN tidak lagi milik perusahaan asing, tetapi kembali menjadi milik bangsa kita sendiri.
“Bangsa Indonesia akan menjadi bangsa terbelakang yang permanen, dan baru akan berubah apabila terjadi sebuah keajaiban. Kita semua pada dasarnya merupakan bangsa yang pecundang,  dan kita tanpa kecuali adalah bagian dari kaum pecundang yang kalah dalam persaingan global.” (Adi Sasono, pakar ekonomi koperasi dalam sebuah seminar).
Pernyataan di atas ada benarnya, bayangkan saja tergusurnya pasar tradisional ke pasar modern adalah sebuah fenomena dimana sebuah persaingan memang menunjukkan ketidakseimbangan. Modal besar yang masuk yang berasal dari asing telah menggerusi ekonomi rakyat dan ekonomi nasional. Dengan masuknya pritel besar dari Prancis seperti Carrefour, pasar-pasar tradisional tergusur.
Koperasi adalah soko guru perekonomian Indonesia. Kalimat tersebut dibuat bukan karna iseng atau main-main asal keluar, tetapi itu adalah realita dimana koperasi merupakan kekuatan besar yang tak pernah dianggap dan cenderung diabaikan. Banyak bukti dimana koperasi memang selalu bisa  bertahan  bagaimana pun caranya agar dapat terhindar dari buruknya kapitalisme global yang cenderung menghancurkan bentuk-bentuk usaha yang tak mampu secara finansial menghadapinya.
Inilah yang dibicarakan Adi Sasono di atas, bangsa kita memang bangsa pecundang. Bagaimana tidak, dengan segala  eksistensi koperasi yang mampu bertahan sementara yang lain telah hancur akibat kapitalisme global yang buruk, masih saja kita tak meyakini kekuatan koperasi memang sangat dibutuhkan dalam perekonomian Indonesia. Kita tak pernah sadar karna kita hanya mengakui bahwa kita adalah pecundang dan hanya bisa menunggu keajaiban datang. Kasus BUMN di atas juga semakin membuktikan bagaimana kita memperlakukan koperasi dengan tidak baik. Jika pemerintah menggunakan koperasi sebagai pengelola BUMN maka pemindahan monopoli dari tangan pemerintah ke tangan swasta dan asing dapat dicegah. Sebab, bagaimana pun badan usaha koperasi turut membangun pasar terbuka, dimana koperasi menyebarkan keuatan dan mendorong persaingan sehingga tidak lagi terjadi monopoli oleh pengusaha asing. Akhirnya badan usaha koperasi dapat mendorong harga menjadi lebih adil, dan Indonesia tak lagi disebut bangsa terbesar ketiga di Asia setelah India dan Cina yang dipaksa bertekuk lutut di hadapan investor asing dari Negara kecil, Singapura, yang mengatur hampir semua kebutuhan telekomunikasi kita. Radikalnya dimana otak kita, ketika beberapa BUMN dipaksa harus diprivatisasi oleh bangsa lain, dan kemudian mereka membeli saham-sahamnya.
Itulah eksistensi koperasi yang dipandang sederhana oleh pemerintah, kadang kita juga perlu melihat peluang-peluang untuk maju melalui hal-hal yang sederhana. Hanya saja kita telah lupa, kehidupan ini terus berputar dan tanpa kita sadari sistem koperasi yang sederhana dan jauh berbeda dengan badan usaha yang lain justru dapat membuktikan kepada Indonesia bahwa koperasi benar-benar bisa mandiri seperti pada sifat koperasi yang selama ini kita kenal. Beralih dari itu semua, ketika kita berfikir bahwa koperasi akan tetap dapat bereksistensi pada arus kapitalisme global yang semakin deras dan curam, banyak sekali yang harus diperhatikan koperasi dalam menghadapi persaingan global dalam dunia internasional.
Pertama, tampak bahwa cita-cita membentuk negara Republik Indonesia, adalah untuk kemakmuran semua orang dengan bangun usaha yang diusahakan secara bersama; “koperasi”. Karena itu, kemudian, dalam penjelasan Pasal 33 UUD 1945 disebutkan, “…Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan, bukan kemakmuran orang-seorang. Sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah koperasi”. Jangan sampai dengan adanya persaingan global koperasi melupakan dasar keberadaan koperasi yang telah sekian lama dibawa hingga saat ini. Hal ini biasa diakibatkan adanya pengaruh bisnis internasional yang semakin mengedepankan profit, sedangkan kemakmuran adalah hal yang terabaikan.
Kedua, setelah menempuh alam kemerdekaan, terlebih pada era Orde Baru, paradigma yang berkembang dan dijalankan Indonesia tidak lagi pancasila. Paradigma yang dijalankan dengan “sungguh-sungguh” adalah apa yang disebut Mubyarto dengan istilah “kapitalistik-liberal-perkoncoan” (selanjutnya disebut “KLP), atau dalam istilah Sri-Edi Swasono (1998) disebut “rezim patronasi bisnis”, yang sesungguhnya lebih jahat dari kapitalisme kuno yang dikritik oleh Marx dalam bukunya “Das Kapital”. Sistem KLP tersebut menyebabkan tumbuh suburnya praktik kolusi, korupsi, kroniisme dan nepotisme (KKKN) dalam perekonomian Indonesia. Jika koperasi tak hati-hati dengan ini maka tak ada lagi yang bisa diharapkan dari perekonomian Indonesia.
Ketiga,  tidak banyak negara yang memiliki “Departemen Koperasi” (Depkop). Indonesia adalah satu dari sedikit negara tersebut.  Hal itu terjadi karena adanya kontradiksi akut dalam pemahaman koperasi. Sehingga, bila kita mencoba terjun ke dalam dunia bisnis internasional, penerapan prinsip koperasi masih dipandang asing oleh dunia luar.
Keempat, dalam menjalankan kegiatan usahanya koperasi sering mengalami kesulitan untuk memperoleh bahan baku. Salah satu bahan baku pokok yang sulit diperoleh adalah modal. Yang harus dilakukan pemerintah untuk mengatasi masalah permodalan ini adalah dengan memberikan keleluasaan bagi koperasi dalam akses memperoleh modal. Jangan dipersuli-sulit dengan bermacam regulasi. Biarkan koperasi tumbuh dengan alami (bukan direkayasa), belajar menjadi efisien dan selanjutnya dapat bertahan dalam kompetisi. Pada sisi input sumber daya manusia, koperasi mengalami kesulitan untuk memperoleh kualitas manajer yang baik. Di sinilah campur tangan pemerintah diperlukan untuk memberikan mutu modal manusia yang baik bagi koperasi.
Dan yang terakhir adalah dalam hal kualitas, output koperasi tidak distandardisasikan, sehingga secara relatif output koperasi kalah dengan output industri besar. Hal ini sebenarnya sangat berkaitan dengan permasalahan input (modal dan sumberdaya manusia).
Tak jadi masalah jika koperasi dapat terus bertahan di tengah-tengah arus global yang semakin cepat, justru itu menunjukkan bahwa Indonesia memiliki kekuatan tersembunyi yang begitu besar di antara kekuatan-keuatan besar yang hanya dipelihara Indonesia sementara manfaatnya tak bisa dirasakan rakyatnya. Saatnya pemerintah menyadari, yang bisa dijalankan ke arah yang lebih tinggi untuk menciptakan masa depan yang lebih baik dalam perekonomian Indonesia adalah usaha-usaha mikro, kecil, menengah khususnya koperasi.


0 komentar: